(1)
ada yang mengetuk pintu beberapa subuh,
menggenggam dingin
yang dibalurkannya di atas perutku.
sambil menatap mataku
mencari-cari
entah apa
lalu berbalik
"aku tidak buru-buru" katanya,
di perut yang terbakar
aku membaca telapak tangan yang sama
tertanda: kesedihan.
(2)
di tanganku ada cawan:
hari ini di depanku bersandar,
kami bersulang: untuk kemestian
yang masih harus diteruskan,
untuk kerelaan yang mesti diihklaskan,
ketika antara keping keinginan binal*
dan sehimpun talkin* ada niscaya
yang tidak selesai.
keping keinginan binal, sehimpun talkin: Muhary WN (Bentang Waktu)
siapa yang mengetuk itu?
ReplyDeletekalau engkay derita, masuklah
engkau tak pernah ingkar janji ...
(Luna, ingat 'kan larik-larik puisi ini)