Angin di luar menusuk ngilu. malam melenggang ke lengang.
dalam rinduku pada pulang sejak rembang petang aku telah merangkak
mengais sisa-sisa
remah kebaikan yang tak kau jatuhkan dengan sengaja
di koridor restoran.
Ada awan tembaga, sebelum malam. seperti binatang aku kelu menanti dalam diam
membuntutimu dengan mata nyalang dari kejauhan
menjadi bayang-bayang
ketika malam menggelar perhelatan kelam.
berkalang ngilu angin kucoba menangkap mimpi
yang sesekali dijatuhkan awan . tentang hamparan luas tanah yang dilintasinya
tempat bernama penerimaan
tempat bernama apa adanya.
ketika dengan rindu kupandang kejauhan
menanti kemungkinan sepotong mimpi dijatuhkan awan
si kerdil dalamku membujuk:
"kenyangkan dirimu dengan remah
dan sisa-sisa"
aku menggigil, bahkan ketika
sesaat angin berhenti membalurkan ngilu
ah.
kuayunkan tangan sepi yang telah jadi belati
kurobek perutku
mencari jiwa kerdil
yang terus bicara:
"kenyangkan dirimu dengan remah
dan sisa-sisa"
sampai serpih..
suara itu masih tak berhenti,
tak ada di perutku,
tak ada di sumsumku.
tak ada .
aku belum sempat menata harap
hari terlanjur pagi
ke pulang pun aku tak sampai.
No comments:
Post a Comment