Notes On

Saturday, September 3, 2011

Catat: Keiku, Bukan Haiku

:k
(1)

aku tahu sekarang,
kenapa rindu padamu selalu mengharu biru
aku terlalu sederhana,
dan dengan sederhana telah mencintaimu


(2)
aku bersedia menunggu besok juga beribu esok
ketika kau putuskan menyesapku tanpa sangsi, seperti kopi
dan meletakkannya kembali

(3)
"akan tibakah pasang, membelai?"
angin tipis, bia* di batu menggeliat
"kau merindukanku?"

asa tipis, angan di batu menggelepar
menunggu peluk ombak berikut

*bia=kerang


(4)
sambil menjatuhkan huruf ke dalam
gelas yang terus kita pesan,
jam berderit gelisah. satu lagi perpisahan.

  "aku tak tahu jalan pulang, selain kepadamu"

 (5)
cuma aku yang mencintaimu seperti aku, k
: menulisimu dengan seluruh diriku.

kan?


(6)
ketika menyesapmu,
sambil memikirkan secangkir kopi yang terlambat tiba di pagi hari,
kubiarkan perih memahat namamu ke dalam rinduku

(7)
tentu
kau telah mencintaiku
entah dengan cara apa
itulah musabab rindu: mencari tahu


(8)
pasangan remaja di sebelah meja
mata mereka meruah dengan
ha ha ha ha ha
sebagaimana lelucon kita
semakin tawa ketika makin luka

es krimku meleleh tertimpa air mata


(9)

peristiwa kita, k:
seliweran dalam kepalaku
berhimpit, tak ada etika, mementingkan diri
seperti jam di ap pettarani pada waktu makan siang
dan klaksonnya memekakan telinga

berpegang tangan dengan kenangan
menyeberang jalan
aku: menyebut namamu seperti merapal doa


(10)
dirimu adalah kerinduan yang tidur
tersentak sesekali, lalu lelap makin dalam


(11)
kau semakin tak mungkin ditemui kembali. Indah ya?
:"apa?"

Yang akan tumbuh dari rindu
rinduku, tentu saja

 (12)
ketika malam itu aku melipat kenangan
dan bersiap untuk sebuah perjalanan:
kecupmu memata air
di nadiku
setelah seluruh anak tangga usai,
kemudian semata sepi
dengan airmata berlinang
aku merdeka memekikan:

aku cinta padamu!



September 2011

No comments:

Post a Comment