bukit-bukit sunyi di antara langit ungu
dan tanah coklat tua
di antara batu angus bukit-bukit telanjang
angin meliukkan debu
di lingkar jalan-jalan padang berujung seribu
rindu membuka tangan seperti ibu
pelataran Tambora dalam telanjang Dompu
merengkuhku dalam-dalam
sedang
aku menyanyikan lagu hujan
lagu kita
di bawah matahari Sumbawa
di mata air tepi pantai lahar tambora terbaring
seperti kenangan tentangmu
meski diselusupkan dalam beratus diam
terus meluapkan rindu
: air tawar, air penawar
di bukit-bukit sunyi
di antara langit ungu dan tanah coklat tua
sedang musim menyanyikan lagu hujan
dan rindu merengkuhku seperti ibu,
kutukar benih
rahim kering Sumbawa
dengan dirimu
2005 - 2010
kenapa saya merasakan ada kecewa disini? atau memang begitu adanya?...
ReplyDelete.....
menyelusupkan rasa dingin yang asing
meneteskan benih di rahim kering
benih dingin yang tak meleleh di bawah matahari Sumba
seperti sumba, seperti langit, seperti luna.
ReplyDeletesaya terkenang "surat untuk bidadari" -- ingat berlian merah, perempuan tegar di tengah kerontang padang-padang dan kuasa lelaki.
"mengapa tak kau tulis roh dengan darahmu di sebilah daun lontar // agar paripurna sembahyangmu pada sumba?"
wah inspired...
ReplyDeleteseperti bunda yang mendekapku erat// membenarkan letak selimutku/ dan membiarkanku dalam kehangatan// hingga saat pagi/ matahari menyelinap masuk diantara rongga dinding bambu dengan segarnya bau embun/ basah//
sangat bagus tulisan dan sajak-sajaknya tante, kapan ya bisa belajar sama tante luna mencipta sebuah alur dinamis dalam rangkaian kata, yang indah didengar dan menyentuh saat dibaca?
saya berjalan dari imaji tentang tanah kering nusa tenggara, ke dalam perut sumbawa.
ReplyDeletedari imaji tentang padang terbuka, ke dalam hitam legam batu angus tambora, ke lintasan yang menguak ke banyak arah di kaki langit. kita tidak dikurung mata angin, tidak lagi.
sore menjemput kita dalam riuh derap ternak, beribu. melesakkan rindu di tanah kerontang. Malam, sama sekali bukan kekalahan.
LV tentang COKLAT SUMBAWA