Saya ingin mengingatnya seperti ini..
Rasa dingin itu. Rasa dingin yang mengantarkan ngilu sampai ke ujung jemari. Bergerak ke dalam, ke ulu hati. Rasa dingin yang mengepulkan asap. Selain rasa ngilu, tidak ada apa-apa di sana. Di rasa dingin itu. Tapi kemudian, ia segera menjadi seperti retakan, retakan pada dinding bendungan kepedihan. Sekali waktu akan bobol. Mungkin tidak hari ini.
Saya seperti menemukan pintu tertutup. Pintu tertutup kita. Saya tahu yang paling buruk adalah jika setelah ini, kita terpaksa memenuhi pertemuan kita dengan basa-basi. Tapi saya mau kau tahu, saya tidak akan lebih buruk dari sekarang.
Kau salah kalau menyangka saya berniat membujukmu dengan mengirim email no 1, itu. Tidak sama sekali. Saya hanya bukan orang yang meninggalkan sesuatu dalam keadaan samar-samar. Saya tidak akan mengkompromikan hal yang sangat sulit itu, dengan kebiasaanmu tidak menjawab. Berlalu diam-diam, tanpa penjelasan. Cukuplah keadaan ini. Kita telah saling memahami. Saya mengerti. Mengerti TIDAKmu. Saya mengerti pilihanmu . Mungkin baru sekarang saya paham, mungkin baru nanti saya akan sangat paham. Tapi untuk sekarang, cukuplah. Saya sudah put everything on the table and what a bonus I got.. u replied and put yours on the table.
Saya mula-mula menerima sms itu. “Saya salah. Saya minta maaf”. Lalu saya delete. Saya tidak ingin ditawan oleh kenangan dan harapan.. kau tahu saya cenayang yang buruk. Saya tidak ingin kecengengan saya sekali nanti membacanya: “I love you”.. ha ha ha.. sama seperti teks IMU yang pernah kau kirim.. saya tidak pernah membacanya lain dari : I miss u..
Email dengan subject : Re: NO 1 itu membuat saya merasa bahagia, karena saya kembali menemukanmu. .
“Pesona yang kau beri”, katamu.. dan meski berusaha memasuki waduk kepedihan with style.. saya toh gemetar mengetahui bahwa tidak ada lagi puisi yang akan sampai padamu. Setidaknya sampai saya memutuskan menebang seluruh tulisan ini. Pada waktu itu, saya ingin kamu membacanya. Pada waktu halaman-halaman ini telah jadi pohon yang setiap dahan dan rantingnya dipenuhi oleh kejujuran tanpa pulasan tentangmu.
Kekecewaanku, kemarahanku, kepedihanku, dan kerinduanku.. yang (buseeet banget..) pasti berdarah-darah.
Kekecewaanku, kemarahanku, kepedihanku, dan kerinduanku.. yang (buseeet banget..) pasti berdarah-darah.
juga terasa pilu. “bye”-mu itu benar-benar terasa sebagai perpisahan yang lama.. saya ingat kamu pernah bilang: when I say bye, it means forever. What a last glimpse!
Saya mencintaimu, My. Sesamar apapun kehadiranmu, sudah cukup.
Apapun itu, sudah saya buang sampah di dalamku. Maafkan karena sampah itu saya share denganmu.
No comments:
Post a Comment