Notes On

Tuesday, March 9, 2021

Teach Me Better Judgment

Renungan tanggal 7 Maret 2021
Luna Vidya

_Bagian 1_.

MAZMUR 119:65-72 - STANZA KE 9
65 _Kebaikan hati-Mu yang berlimpah kepadaku membuatku semakin ingin mengikuti  firman-Mu_
66 _Ajarlah aku untuk mengambil keputusan yang baik, dan berilah aku terang pewahyuan-Mu, karena aku percaya kepada perintah-perintahMu._
67 _Sebelum aku direndahkan, aku selalu menyimpang, tetapi sekarang aku melihat hikmat dari firman-Mu_
68 _Segala yang Kau lakukan itu indah, mengalir dari kebaikanMu, ajarilah aku kuasa dari firman-Mu yang indah._
69 _Para pembual yang sombong mengarang dusta tentang aku karena aku bersemangat mengikuti semua yang Kau katakan._ 
70 _Hati mereka tumpul dan tidak berperasaan, tetapi aku menemukan harta sejatiku dalam kebenaran-Mu._
71 _Hukuman yang  Kau bawa kepadaku adalah hal terbaik yang dapat terjadi padaku, karena itu mengajarku jalan-jalan-Mu._ 
72 _Perkatan yang Kau ucapkan kepadaku lebih berharga dari kekayaan di seluruh dunia._

*Ajarlah aku mengambil keputusan yang baik *,_teach me better judgment_.
Kita semua pasti pernah tiba pada titik di mana kita termangu-mangu menyadari, bahwa kita telah ada dalam sebuah situasi sulit, karena keputusan yang kita ambil beberapa masa sebelumnya, ternyata bukanlah keputusan yang baik.  
Keputusan buruk yang terus menerus terjadi akan menimbulkan keputusasaan. 
Artinya ayat ini sedang berbicara pada kita, bahwa membuat keputusan yang baik adalah sebuah keterampilan. Kualitas yang harus dibangun. Ditempa tepatnya.   

Bagaimana cara membangun keterampilan "membuat keputusan yang baik"?
dalam stanza ke 9 Mazmur 119 ini, terdapat 'panduan peningkatan kapasitas' membuat keputusan yang baik.  

1.  _Menjadikan Alkitab sebagai referensi utama_

'Referensi utama' artinya menjadikan Alkitab sebagai sumber prinsip dari tindak tindakan. Sama seperti kita mengenali 'pagi' dan 'malam' dengan memakai matahari dan bulan, demikian seharusnya prinsip kepastian keutamaan Alkitab berlaku dalam hidup kita, kita tidak ragu-ragu, tidak bimbang. Kalau matahari sudah terbit, itu 'pagi', kalau matahari sudah tenggelam, 'malam'. 

Kenapa kita perlu ditempa untuk bisa menjadi pembuat keputusan yang baik? Karena menjadikan Alkitab sebagai rujukan dalam membuat keputusan yang baik bukan perkara mudah. Proses ini seperti mengganti 'peta perjalanan' dalam proses pembuatan keputusan. Sebab sadar atau tidak, banyak proses pengambilan keputusan kita didasarkan pada pendapat pun kebiasaan mayoritas. 'Peta' yang dibentuk oleh kebiasaan, pandangan mayoritas ini harus ditinggalkan dan beralih menggunakan peta  ketetapan Tuhan, peta Kebenaran.
 
Saya berasumsi kita semua paham fase "peralihan" itu seringkali meninggalkan jurang menganga di sana sini, kebingungan.  Ini salah satu hal yang perlu diwaspadai: jurang-jurang dan kebingungan yang timbul sebagai konsekwensi memakai Alkitab sebagai referensi utama. Dalam situasi inilah, ketika ada dalam fase peralihan, kita perlu iman untuk bisa meneruskan proses belajar dalam kelas "membuat keputusan yang baik". Sebab tanpa iman, kita akan segera membuang referensi, peta kebenaran kita. Karena di kelas ini, kita bisa kecewa. Rasa kecewa, ketika sedang berlatih membuat keputusan di atas peta kebenaran, adalah godaan terbesar untuk kembali ke cara-cara membuat keputusan berdasarkan kebiasaan atau pandangan mayoritas.  
  
Tidak ada opsi lain, untuk menjadi terampil membuat keputusan yang baik. Alkitab harus menjadi referensi utama.Menjadi cara ukur, prinsip. Tidak tersedia pilihan alternatif , untuk memakai kebiasaan, 'apa kata orang', dan arahan 'orang pintar' sebagai faktor-faktor penentu dalam membuat keputusan. Bukan sekedar  keputusan, tapi keputusan yang baik.  Bahkan jika nasehat itu kita peroleh dari para motivator, dipandang lumrah, dapat dimaklumi, menawarkan solusi cepat. Jika arahan itu, tidak bisa disesuaikan dengan kebenaran Alkitabiah, tidak merupakan konfirmasi dari kerja Roh Kudus dalam kita, meneguhkan ketuhanan Kristus, kemahakuasaan Bapa,  maka nasehat itu, maaf, adalah nasehat orang yang tidak jujur,  "para pembual yang sombong". 
Jika sebuah nasehat tidak mencerminkan ketetapan, prinsip-prinsip perjanjian Tuhan, maka nasehat itu ADALAH nasehat yang menyimpangkan. Kalau mau lebih lugas, itu bukan nasehat, tapi noda dusta dalam proses pengambilan keputusan.  

Tanpa mengecilkan makna 'persekutuan orang percaya" yang di dalamnya ada nasehat dari dan untuk sesama anggota Tubuh Kristus, tapi karena setiap kita harus memadankan diri dengan prinsip-prinsip yang tersedia dalam Alkitab, maka kita harus bisa bertaut dan tertaut pada referensi utama itu secara pribadi.  Setiap kita sebagai individu, dapat mengakses tuntunan, strategi, pertimbangan-pertimbangan, prinsip-prinsip dan semua elemen lain yang dibutuhkan untuk membuat pertimbangan dan menghasilkan keputusan yang baik. Untuk memanfaatkan kekayaan itu,  kita sendiri harus membaca Alkitab. Jangan bersandar pada _bedde'_ (menurut kata orang, bahasa Makassar) tapi bersandar pada Firman Hidup yang dinyatakan Roh Kudus dalam Alkitab. Membaca sendiri, membukakan bagi kita kesempatan untuk mengalami pengalaman "paham", pengalaman "terang pewahyuan-Mu".

Jangan biarkan keputusan buruk yang satu menyeret keputusan buruk  lain, yang kemudian membentuk lingkaran keputusasaan. Akhiri siklus keputusasaan, dengan menjadikan Alkitab, terang pewahyuan Kristus yang di kerjakan Roh Kudus bekerja bersama-sama dalam hidup kita. Sehingga kita dari sekarang sampai ke kekekalan, akan hidup dalam rencana Tuhan yang baik, berkenan kepada Allah dan sempurna. 

No comments:

Post a Comment