Prolog:
Di Maespun atau Badik,
pagi sepasti sapu ombak di pantai.
Entah pasang entah surut, lelaki pulau pasti ke laut
Lalu mata kail diturunkan,
di Maespun mengait ikan
di Badik mengait peruntungan
**
Di Maespun, ketapang menua di dahan
Lalu jatuh dalam peluk pantai,
Yang mengupasnya helai demi helai.
Di Maespun dalam tangkup teluk,
tanjung, ratusan pulau
yang dilahirkan ke empat raja
telur memijah,
jemari legenda menyelusup lebat hutan dan karang
malam adalah getar misteri
cahaya yang datang dari kedalaman
pagi bangun pada riuh kicau burung
tak ada yang perlu kau lekaskan:
Mata kail, tombak lelaki di sini berhak memilih
apa yang hendak ditekak
Samandar atau Bobara
Ekor kuning atau Garopa
Sebelum rembang tengah hari,
Lelaki telah mengarahkan perahu ke pantai
Lalu malam diantarkan lama setelah tali perahu ditambat.
Ikan, keladi atau kasbi, tidak digarami.
Rasa cukup dimasak dengan kayu tadampar*
Kuingat kau: lelaki dari pulau Badik
laut mengantarmu jauh sekali,
Untuk membuat mata kail berisi
Bergegas kau pergi ke malam,
atau semalaman menunggu pagi lahir dalam temaram.
Untuk satu dua ekor ikan
kau memancing, menyelam sepanjang siang.
berburu di laut yang mengerangkan kematian.
Ketika waktu pulang tiba dan bubu hampa
kau tak punya pilihan :
kecuali mengayuh ke pulau yang terus menyusut,
pulang ke pantai yang tak punya teduhan
dan harus menambah hutang
untuk biaya makan.
Di Badik,
Bersama malam
cemas melata memasuki kampung yang benderang dengan cahaya neon
cerita - cerita tentang laut kaya
Yang pernah kami punya,
beringsut ke ujung kampung, dulunya tanjung
Kami pun pernah berhak menetukan
menetak kail pada ikan yang mana
Ketika dalam ratus kayuhan
kami pilih apa yang akan dibawa pulang
Sunu atau Baronang,
Lamurru atau Cakalang
Tapi sekarang tak ada karang di pekarangan
Ikan menghilang
Epilog:
Mungkin laut mengantar daeng
Jauh sekali dari pantai
Karena rasa takut dan cukup itu
Yang kau tukar di palelongan
Dan ketika di perahu, kau menurunkan umpan
Mata kailmu diikat untuk menangkap harus:
harus punya ini, harus punya itu.
Maka kau bergegas,
untuk perburuan bom pun dikemas.
Kau pun tahu laut mengerang.
Waktu menyelam,
kematian yang kau genggam
Tak lagi ada penyu berenang mendekat,
Tapi kau pun tak puya pilihan
Kecuali terus berburu di laut sekarat.
Hari ini dengan cemas
Perempuanmu bertanya:
Masih berapa lama daeng sebelum kita berkemas,
Meninggalkan Badik
Meninggalkan tiang-tiang dan setapak
yang bersama ombak dengan cinta telah kita takik?
November 7, 2007
2011
No comments:
Post a Comment