Notes On

Thursday, October 13, 2011

Pulau Kita

Badik dan Maespun adalah dua nama pulau. Badik di Wilayah Makassar, saya beberapa waktu bekerja di sana. Maespun di Kabupaten Raja Ampat, saya ke sana untuk menjenguk kedalaman dan mencicip keriangan anak 

Prolog: Di Maespun atau Badik, pagi sepasti sapu ombak di pantai. Entah pasang entah surut, lelaki pulau pasti ke laut Lalu mata kail diturunkan, di Maespun mengait ikan di Badik mengait peruntungan ** Di Maespun, ketapang menua di dahan Lalu jatuh dalam peluk pantai, Yang mengupasnya helai demi helai. Di Maespun dalam tangkup teluk, tanjung, ratusan pulau yang dilahirkan ke empat raja telur memijah, jemari legenda menyelusup lebat hutan dan karang malam adalah getar misteri cahaya yang datang dari kedalaman pagi bangun pada riuh kicau burung tak ada yang perlu kau lekaskan: Mata kail, tombak lelaki di sini berhak memilih apa yang hendak ditekak Samandar atau Bobara Ekor kuning atau Garopa Sebelum rembang tengah hari, Lelaki telah mengarahkan perahu ke pantai Lalu malam diantarkan lama setelah tali perahu ditambat. Ikan, keladi atau kasbi, tidak digarami. Rasa cukup dimasak dengan kayu tadampar

Kuingat kau: lelaki dari pulau Badik
laut mengantarmu jauh sekali, 
Untuk membuat mata kail berisi Bergegas kau pergi ke malam, atau semalaman menunggu pagi lahir dalam temaram. 
Untuk satu dua ekor ikan kau memancing, menyelam sepanjang siang. berburu di laut yang mengerangkan kematian. Ketika waktu pulang tiba dan bubu hampa kau tak punya pilihan : kecuali mengayuh ke pulau yang terus menyusut, pulang ke pantai yang tak punya teduhan dan harus menambah hutang untuk biaya makan. Di Badik, Bersama malam cemas melata memasuki kampung yang benderang dengan cahaya neon cerita - cerita tentang laut kaya Yang pernah kami punya, beringsut ke ujung kampung, dulunya tanjung Kami pun pernah berhak menetukan menetak kail pada ikan yang mana Ketika dalam ratus kayuhan kami pilih apa yang akan dibawa pulang Sunu atau Baronang, Lamurru atau Cakalang Tapi sekarang tak ada karang di pekarangan Ikan menghilang 

Epilog: Mungkin laut mengantar daeng Jauh sekali dari pantai Karena rasa takut dan cukup itu Yang kau tukar di palelongan Dan ketika di perahu, kau menurunkan umpan Mata kailmu diikat untuk menangkap harus: harus punya ini, harus punya itu. Maka kau bergegas, untuk perburuan bom pun dikemas. Kau pun tahu laut mengerang. Waktu menyelam, kematian yang kau genggam Tak lagi ada penyu berenang mendekat, Tapi kau pun tak puya pilihan Kecuali terus berburu di laut sekarat. Hari ini dengan cemas Perempuanmu bertanya: Masih berapa lama daeng sebelum kita berkemas, Meninggalkan Badik Meninggalkan tiang-tiang dan setapak yang bersama ombak dengan cinta telah kita takik? November 7, 2007 2011

No comments:

Post a Comment