Sunday, June 5, 2022
Ini Sa Suda
Tuesday, March 22, 2022
Tuhan Bukan Gembalaku
Wednesday, May 19, 2021
Mazmur 151
aku mau bermazmur, mazmur tentang mekar mawar
dan perjalanan hujan. tentangmu.
Darimu,
ada senantiasa yang mengalir
Terus hadir :
Meski malam kelam pekat terbentang
Kebaikan kesetiaanmu pasti tiba. Sepasti fajar.
Padamu
ada yang tak bisa ditunda.
Seperti terang datang bersama matahari,
Tak terkalahkan, tak bisa dihalangi
Sepasti ' jadilah petang, jadilah pagi,'
tak perduli musim berganti.
cahaya wajahmu mengawal hari-hari kami.
Kehidupan kau perintahkan mengalir
Mengairi hidup kami
kun faya kun!
bukan sulap, bukan iklan: 'mawar!' seru orang
takjub.
Seperti bunga di ujung peluk kuntum
demikian kebaikan dan kesetiaanMu
Saling memeluk dan merayakan
Sedang kami baru akan mawar
Ketika kehidupanMu mengantarkan mekar
Semarak kami datang dari genggam anugerah.
Aku mau bermazmur
Tentang mekar mawar tentang perjalanan hujan.
Padamu ada perjalanan
memaknai arti tak terlihat
seperti laut didihkan langit,
hidup merangkak: dari uap air, jadi hujan,
mengerjakan tumbuh bagi benih.
memaknai luka dan meringkuk dalam harap
seperti benih membutuhkan retak, untuk tumbuh tanpa suara.
derita membuka jalan: aku menjadi
diri sendiri pada waktu dan musimnya.
Padamu perjalanan
adalah menuju latar belakang
seperti langit malam
yang membuat bulan dan bintang jadi terang
dan kembang api sebuah perayaan
mendapat decak kekaguman
Padamu perjalanan adalah memberi
bukan karena mati dan tanpa daya,
tapi memilih untuk menyerahkan kepentingan diri sendiri:
menjadi semakin kecil, semakin tak dikenal
semakin melebur, membuat orang lain tumbuh subur.
mewujud dari melebur, remuk dan hancur.
Aku mau bermazmur tentang kita. Perjalanan kita.
Engkau terus mengalir terus hadir
menelusur perjalanan,melintasi musim kehidupan
Tak terhalangi dalam memerintahkan anugerah
Demi anugerah
Mengawal hari-hari kami
teguh dalam setia, entah kupahami, entah tidak
Aku mau bermazmur
Mazmur perjalanan kita
Seumur hidup akan kunyanyikan:
kebenaran tentang hadiratMu
Yang tak terdustakan.
Engkau terus hadir, senantiasa mengalir
demikian KesetiaanMu, KemurahanMu
Mengawal keliaran hingga pemberontakan,
dusta hingga pengkhianatan
luka dan pedih yang ditorehkan ketidaksabaran
dalam kelam kefanaan
Engkau menunggu dan menyerahkan
Mengangkat dan meneguhkan
Di sepanjang perjalanan
Membungkusnya dengan kehidupan
Memenuhinya dengan anugerah.
Seumur hidup akan kunyanyikan
Mazmur perjalanan hujan dan mekar mawar
Perjalanan cinta kita.
November 2016
Wednesday, April 21, 2021
JAHITAN CINTA IBU -SAJAK MESIN JAHIT (2)
Udara dingin menyerbu dari kisi-kisi jendela dapur. ruang makan itu, menghidupkan ingatan tentang seorang perempuan
perempuan kuat, yang menolak mengintip hidup darikisi-kisi,
perempuan yang kupanggil mami, perempuan paling sulit dipahami diusia remaja,
ketika mami duduk di depan mesin jahit menjelang ulang tahunku. Membuatkan baju untukku. Menyiapkan tart ulang tahun, membuatkan kartu . tapi saya toh tetap merasa tak cukup, waktu itu. Selama tak ada pesta disko, apalah artinya ulang tahun? “Kenapa saya tidak bisa bikinin pesta? Kenapa malah kebaktian rumah tangga?, siapa yang ulang tahunka?” Saya ingat kegusaran saya, di salah satu kesempatan hari ulang tahun.
teman paling kurindukan ketika menjadi istri,
mentor yang paling kuharakan ketika menjadi ibu.
tidak kusimpan gambar ibu, sepotongpun di seluruh rumahku. Rumah dimana aku dipanggil ibu, oleh anak-anakku.
tapi di rumahku ada mesin jahit yang tidak pernah melarikan benang dan jarum di atas kain, dan di ujung-ujungnya ada jemari mengapit.
seperti yang ada di rumah ibu. jerrr, jerrrrrrrrrr, jerrrrrrrr bunyinya kuingat.
jerrrrrr, jerrrrrrrr, jerrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr, nyanyi mesin mengiring senandung ibu
ketika waktu ia himpit hati-hati dengan cinta, setelah mengukur kain lalu menjahitkan baju, juga menyiapkan kartu untuk ulang tahunku. mesin jahit di rumahku mengelim waktu yang senyap, ketika kusiapkan pesta ulangtahun lewat telepon untuk si bungsu,
sayup mesin jahit ibu terus berbunyi di dalam darahku, meski terhimpit waktu.
jerrrrrrrrr, jerrrrrrr, jerrrrrrrr cinta ibuku, berdesir di darahku dan mendesau di ingatanku.
Jerrr, jerrrrrrrr, jerrrrrrrr. Mengejar diri dengan tanya: cukupkah perayaan ulang tahun dengan pesanan dari restoran dengan alasan tak ada waktu?
Tak sanggup kubandingkan pilihan mami dengan pilihan-pilihanku sebagai ibu.. Mesin jahit tua, Kali ini ia berbunyi, sebagaimana mesin seharusnya berbunyi. tanpa tanganku menjepit waktu di kedua ujungnya. Jerrrr, jerrrrrrr, jerrrrrrrr. Ibu menjahitkan cintanya ke tubuhku.
padanya aku belajar, kelim dasarnya belum kelar: Jerrrrr, jerrrrrrrr, jerrrrrrr.